BAG 3 Kualitas produk
Kualitas produk
Menurut Kotler dan Amstrong (2006), kualitas produk merupakan salah satu sarana positioning
utama pasar. Kualitas produk mempunyai dampak langsung pada kinerja produk atau jasa, oleh
karena itu kualitas berhubungan erat dengan nilai pelanggan. Dalam arti sempit kualitas bisa
didefinisikan sebagai bebas dari kerusakan. Kualitas produk mengandung pengertian bahwa
produk tersebut memiliki keunggulan dibandingkan produk pesaing.
1. Dimensi Kualitas Produk
Untuk mempertahankan keunggulan produk di pasaran, perusahaan perlu memahami
beberapa dimensi yang digunakan konsumen untuk membedakan produk yang satu dengan yang
lainnya.
Menurut Tjiptono, dimensi kualitas produk meliputi :
a. Kinerja (performance)
Kinerja adalah karakteristik operasi pokok dari produk inti (core product) yang dibeli,
misalnya dalam produk mobil meliputi kecepatan, konsumsi bahan bakar, jumlah
penumpang yang dapat diangkut, kemudahan, dan kenyamanan dalam mengemudi.
b. Keistimewaan tambahan (features)
Adalah karakteristik sekunder atau pelengkap. Misalnya, dalam produk mobil meliputi
kelengkapan interior dan eksterior seperti dash board, AC, sound system, door lock system,
dan power steering.
c. Keandalan (reliability)
Yaitu kemungkinan kecil akan mengalami kerusakan atau gagal dipakai, misalnya, produk
mobil tersebut tidak sering ngadat / macet / rewel / rusak.
d. Kesesuaian dengan spesifikasi (conformance to specifications)
Yaitu sejauh mana karakteristik desain dan operasi memenuhi standar-standar yang telah
ditetapkan sebelumnya. Misalnya, produk mobil tersebut memenuhi standar keamanan
dan emisi.
e. Daya tahan (durability)
Daya tahan ini berkaitan dengan berapa lama produk tersebut dapat terus digunakan.
Dimensi ini mencakup umur teknis maupun umur ekonomis penggunaan mobil.
f. Estetika (asthethic)
Yaitu daya tarik produk terhadap panca indera, misalnya bentuk fisik mobil yang menarik,
model atau desain yang artistik, serta warna yang menarik.
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi Kualitas Produk
Kepuasan konsumen merupakan salah satu tujuan dari proses produksi barang/jasa. Untuk
itu, perusahaan menetapkan kualitas produksinya pada kondisi terbaik produk tersebut yang
dapat memenuhi kebutuhan dan keinginan konsumen. Artinya proses penetapkan kualitas
suatu produk perlu memperhatikan faktor dan sifat produk yang bersangkutan.
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas produk, yaitu :
a. Fungsi suatu barang, dalam memproduksi barang perlu memperhatikan fungsinya,
sehingga barang yang diproduksi benar-benar sesuai dengan kebutuhan dan fungsinya.
b. Wujud luar suatu barang, terkadang konsumen memilih barang berdasarkan tampilan
wujud luar barang tersebut.
c. Biaya barang, biaya produksi dan harga jual suatu barang akan menentukan kualitas barang
bersangkutan. Umumnya, barang yang memiliki biaya produksi mahal, maka kualitasnya
pun tinggi dibandingkan dengan barang sejenis dengan biaya produksi lebih rendah.
3. Tahap-tahap Mengelola Kualitas Produk
Menurut Griffin, ada beberapa tahap untuk mengelola kualitas produk, yaitu :
1. Perencanaan untuk kualitas,
Perencanaan kualitas meliputi dua hal, yaitu kinerja kualitas dan keandalan kualitas. Kinerja
kualitas berkaitan dengan keistimewaan kinerja suatu produk. Adapun keandalan kualitas
mengacu pada konsistensi kualitas produkdari unit ke unit.
2. Mengorganisasi untuk kualitas,
Dalam memproduksi barang/jasa yang berkualitas memerlukan usaha dari seluruh bagian
dalam sebuah organisasi (perusahaan).
3. Pengarahan untuk kualitas,
Pengarahan kualitas memiliki arti bahwa seluruh manajer harus memotivasi para pegawai
bekerja dengan baik untuk mencapai tujuan, yaitu kualitas produk yang baik.
4. Pengendalian untuk kualitas,
Pengendalian kualitas dilakukan dengan mengadakan kegiatan monitor produk. Dengan
melakukan monitor barang/jasa, maka suatu perusahaan dapat mendeteksi kesalahan dan
membuat koreksinya
Klasifikasi Produk
Klasifikasi produk adalah pembagian produk berdasarkan kriteria-kriteria tertentu.
Produsen melakukan Klasifikasi produk dengan tujuan untuk mendapatkan kelompok produk
yang memiliki perilaku seragam ataupun hampir seragam.
Secara umum para pemasar mengklasifikasikan produk berdasarkan :
1. Klasifikasi Produk Berdasarkan Keberwujudan (Tangibility)
Dapat diklasifikan ke dalam dua kelompok utama, yaitu :
a. Barang, merupakan produk yang berwujud fisik, barang dapat dilihat, diraba, dirasa,
dipegang, disimpan, dipindahkan, dan perlakuan fisik lainnya.
b. Jasa, merupakan produk yang tidak memiliki bentuk (abstrak) yang berupa kegiatan atau
aktivitas yang bermanfaat dan dapat memenuhi kebutuhan konsumen. Produk jasa dapat
dikaitkan atau tidak dikaitkan dengan suatu produk fisik. Contoh produk dalam bentuk jasa,
yaitu ojek online, taksi online, travel, servis mobil/motor, kursus menjahit, dan bimbingan
belajar.
2. Klasifikasi Produk Berdasarkan Daya Tahan (Durability)
Dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu :
a. Barang tidak tahan lama (nondurable goods), adalah barang berwujud yang habis
dikonsumsi dalam satu atau beberapa kali pemakaian. Dengan kata lain umur ekonomisnya
kurang dari satu tahun. Contoh, sabun, pasta gigi, minuman dan makanan.
b. Barang tahan lama (durable goods), adalah barang berwujud yang dapat bertahan lama
dengan banyak pemakaian (umur ekonomisnya untuk pemakaian normal adalah satu tahun
lebih). Misalnya, sepatu, Hp, laptop, TV LED/LCD, lemari es, AC.
3. Klasifikasi Produk Berdasarkan Kegunaan
Berdasarkan kriteria ini Fandy Tjiptono (1999: 9-101), mengklasifikasikan produk menjadi dua
kelompok, yaitu produk konsumen dan produk industrial
a. Produk konsumen (Consumer’s Goods)
Adalah produk yang dibeli konsumen untuk dikonsumsi sendiri (individu atau rumah
tangga). Produk ini dapat dikelompokkan menjadi empat jenis, yaitu :
1. Convenience goods atau produk sehari-hari, adalah produk konsumen yang pada
umumnya memiliki frekuensi pembelian tinggi, dibutuhkan dalam waktu segera dan
memerlukan usaha yang minimum dalam perbandingan dan pembeliannya.
Berdasarkan cara pembeliannya convenience goods dikelompokkan menjadi tiga jenis,
yaitu :
a. Staples, adalah barang yang dibeli oleh konsumen secara rutin, contoh : sabun mandi,
pasta gigi, sampo, dll.
b. Impulse goods, adalah produk yang dibeli tanpa perencanaan terlebih dahulu atau
tanpa usaha mencarinya. Biasanya impulse goods selalu tersedia dan ditawarkan di
banyak tempat tersebar, sehingga konsumen tidak perlu mencarinya. Contoh, permen,
coklat, dll.
c. Emergency goods, yaitu produk yang dibeli konsumen karena dibutuhkan secara
mendesak, contoh jas hujan, payung disaat musim hujan.
2. Shooping Goods, adalah produk konsumen yang pembeliannya dipilih dan dibandingkan di
antara berbagai alternatif yang tersedia. Kriteria pembanding tersebut seperti harga,
kualitas, dan model.
Produk shopping terdiri dari dua jenis, yaitu :
a. Homogeneous shopping goods, adalah barang yang dianggap serupa dalam hal kualitas
namun berbeda harga. Dengan begitu konsumen akan berusaha mencari harga yang
paling murah dengan membandingkannya dari satu toko ke toko lain. Contoh TV, mesin
cuci, tape recorder, dll.
b. Heterogeneous shopping goods, yaitu produk-produk yang karakteristik atau features
(ciri-ciri) dianggap lebih penting oleh konsumen dibandingkan harganya. Contoh
pakaian, perlengkapan rumah tangga, mebel dll.
3. Speciality Goods (Produk Spesial)
Yaitu produk konsumen yang memiliki karakteristik atau identifikasi merek yang unik.
Umumnya jenis barang mewah dengan merek dan model yang spesifik, misalnya mobil
mewah, pakaian yang dirancang oleh desainer terkenal, dll.
4. Unsought Goods (Produk Yang Tidak Dicari)
Yaitu produk yang keberadaannya tidak diketahui oleh konsumen, konsumen belum tentu
tertarik untuk membelinya.
Unsought goods ada dua jenis, yaitu :
a. Regularly Unsought Product, yaitu produk yang sebenarnya sudah ada dan telah
diketahui oleh konsumen, tetapi tidak dipikirkan oleh konsumen untuk membelinya.
Contoh ensiklopedia, batu nisan, asuransi jiwa, dan tanah kuburan.
b. New Unsought Product, yaituproduk yang memang benar-benar baru dan sama sekali
belum pernah diketahui oleh konsumen. Jenis barang ini biasanya merupakan hasil
inovasi serta pengembangan produk baru, sehingga belum banyak diketahui oleh
konsumen.
Pengelompokan produk konsumen tersebut didasari atas kebiasaan konsumen berbelanja
barang yang tercermin dalam tiga aspek.
1. Aspek usaha yang dilakukan konsumen untuk sampai pada sebuah keputusan pembelian.
2. Aspek atribut-atribut yang dipakai konsumen dalam pembelian.
3. Tercermin dalam aspek frekuensi pembelian itu sendiri.
b. Produk Industri (Industrial’s Goods)
Adalah produk yang dibeli untuk pemrosesan lebih lanjut atau penggunaan yang terkait bisnis.
Jadiperbedaan antara produk konsumen dengan produk industri didasarkan pada tujuan
dibelinya produk.
Produk industri diklasifikasikan dalam lima kategori, yaitu :
1. Bahan Mentah, adalah barang yang akan menjadi bagian dari suatu produk, berupa
sumber daya alam seperti barang tambang, hasil hutan, hasil pertanian, hasil perkebunan,
dan hasil peternakan.
2. Bahan Manufaktur, produk industri yang menjadi bagian dari produk jadi. Produk ini telah
diproses dalam kondisi tertentu, dan menjadi bahan dalam proses lebih lanjut, misalnya
besi tuang untuk dijadikan batangan baja, benang yang dipintal menjadi kain, dan tepung
yang diolah menjadi roti.
3. Instalasi, adalah produk perusahaan yang dibuat tahan lama, berharga mahal, merupakan
sarana utama bagi perusahaan pengguna. Misalnya bangunan pabrik, mesin diesel, kereta
api, bus untuk perusahaan transportasi, dan pesawat terbang untuk perusahaan
penerbangan komersil.
4. Perlengkapan operasi, digunakan dalam operasi produksi sebuah perusahaan, namun tidak
berpengaruh secara signifikan pada skala operasi. Perlengkapan operasi tidak menjadi
bagian nyata dari produk jadi.
5. Alat bantu, tergolong convenience products pada sektor perusahaan. Alat bantu berumur
pendek berupa produk berharga murah dan dapat diperoleh dengan mudah. Barang ini
digunakan dalam operasi perusahaan, tetapi tidak menjadi bagian dari produk jadi.
Jasa
Jasa adalah hasil kegiatan produksi yang tidak berwujud dan sifat-sifat fisik tertentu, tidak
dapat dilihat, tidak dapat diraba, tetapi dapat dirasakan. Pada produksi jasa tidak terdapat
tenggang waktu antara saat diproduksi dan dikonsumsinya. Contoh : jasa dokter, jasa
angkutan, dan pelayanan-pelayanan lainnya.
A. Definisi Jasa Menurut Para Ahli
Jasa adalah setiap tindakan atau kegiatan yang ditawarkan oleh suatu pihak kepada pihak
lain, yang pada dasarnya tidak terwujud dan tidak mengakibatkan kepemilikan apapun.
Produksinya dapat dikaitkan atau tidak dengan suatu produk fisik (Kotler, 2005:486).
Jasa adalah produk yang tidak dapat dilihat yang kita beli dan gunakan tetapi tidak pernah
memiliki. (Solomon, 2003:7).
Jasa mencakup semua aktivitas ekonomi yang hasilnya bukanlah produk atau konstruksi
fisik, yang secara umum konsumsi dan produksinya dilakukan pada saat bersamaan, dan nilai
tambah yang diberikannya dalam bentuk (kenyamanan, hiburan, kecepatan, dan kesehatan)
yang secara prinsip tidak berwujud pada pembeli pertamanya (Zeithaml, 2003:3).
Jasa merupakan kegiatan atau suatu manfaat yang tidak berwujud dan tidak menghasilkan
kepemilikan yang ditawarkan oleh suatu pihak kepada pihak lain. (Djaslim Saladin)
Jasa sebagai aktivitas ekonomi yang mempunyai nilai atau manfaat intangible yang
berkaitan dengannya, melibatkan interaksi dengan konsumen atau dengan barang milik tetapi
tidak menghasilkan transfer kepunyaan atau kepemilikan. (Adrian Payne)
Jasa adalah kegiatan yang dapat diidentifikasikan secara tersendiri, yang pada hakikatnya
bersifat tak teraba (intangible), yang merupakan pemenuhan kebutuhan, dan tidak harus
terikat pada penjualan produk atau jasa lain.(William J. Stanton, 1996)
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa jasa merupakan suatu tindakan atau aktivitas
yang ditawarkan pada pihak lain dan tidak berwujud tetapi bisa dinikmati manfaatnya.
B. Karakteristik Jasa
Beberapa karakteristik utama jasa menurut Kotler (1993), yaitu :
a. Intangibility (tidak berwujud)
Jasa mempunyai sifat tidak berwujud karena tidak dapat diidentifikasi oleh kelima indera
manusia, seperti dilihat, diraba, dirasa, didengar, atau dicium, sebelum terjadi proses
transaksi pembelian.
b. Inseparability (tidak dapat dipisahkan)
Jasa tidak dapat dipisahkan dari sumbernya, baik yang bersumber dari manusia maupun
dari mesin.
c. Variability (berubah-ubah)
Jasa dapat mudah berubah-ubah karena jasa tergantung pada siapa yang menyajikan,
kapan, dan dimana disajikan.
d. Perishability (daya tahan)
Jasa tidak dapat disimpan dan tidak memiliki daya tahan yang lama karena sifatnya
tergantung dari fluktuasi permintaan.
C. Macam-macam Jasa
Secara garis besar jenis-jenis jasa dapat diklasifikasikan menjadi beberapa macam, yaitu :
a. Usaha rumah tangga, jenis ini mencakup banyak hal yang ada di dalam rumah tangga, jasa
perawatan kebun, jasa perbaikan rumah, air minum, pembersihan rumah, dll.
b. Perumahan, jenis jasa ini melingkupi penyewaan sebuah kamar hotel (penginapan),
apartemen, gedung pertemuan, dll.
c. Hiburan atau rekreasi, jenis ini antara lain penyewaan alat-alat yang berkaitan dengan
hiburan, atau penyewaan tempat untuk melakukan kegiatan hiburan.
d. Perawatan pribadi, jenis ini menawarkan pelayanan untuk keperluan pribadi, misalnya
perawatan rambut, perawatan kecantikan, dll.
e. Kesehatan, jenis ini termasuk jasa paling penting karena terkait dengan pemenuhan
kesehatan tubuh manusia, contoh perawatan di rumah sakit, perawatan gigi di dokter gigi,
bidan, dll.
f. Bisnis, jenis ini menawarkan bantuan (profesi) kepada suatu kegiatan usaha ekonomi,
misalnya jasa hukum, konsultasi managemen, jasa akuntansi, dan jasa komputer.
g. Komunikasi, jasa yang memberikan pelayanan dibidang komunikasi, misalnya warnet,
wartel, dan pengiriman faks.
h. Transportasi, jasa ini masih banyak digunakan sampai saat ini, seperti taksi, angkutan
umum, travel, dll.
i. Jasa keuangan, jenis pelayanan kepada konsumen terkait dengan pembiayaan, misalnya
jasa leasing, pajak, pinjaman, dll.
j. Pendidikan, jenis jasa pelayanan di bidang pendidikan, misalnya jasa guru privat, guru les,
guru ngaji, dll.
Menurut Lovelock (2007), jasa diklasifikasikan menjadi 7 (tujuh) kriteria, yaitu :
1. Segmen Pasar
Berdasarkan segmen pasarnya, jasa dibedakan menjadi 2 (dua) kelompok, yaitu :
1). Jasa kepada konsumen akhir, seperti taksi, asuransi jiwa, dan pendidikan.
2). Jasa kepada konsumen organisasional, seperti jasa akuntansi dan perpajakan, jasa
konsultasi.
2. Tingkat berkewujudan (tangibility)
Berdasarkan tingkat berkewujudannya, jasa dibedakan menjadi 3 (tiga), yaitu :
1). Rented goods service, yaitu jasa penyewaan produk kepada konsumen, misalnya rental
mobil, rental VCD, dan sewa apartemen;
2). Owned goods service, yaitu jasa pelayanan pada produk yang dimiliki konsumen.
Contohnya jasa reparasi AC, motor, komputer.
3). Non goods service, yaitu jasa pelayanan kepada konsumen secara personal yang
bersifat intangible, contohnya supir, dosen pembimbing, penata rias, dan pemandu
wisata.
3. Keterampilan penyedia jasa
Pada klasifikasi ini jasa dibedakan menjadi 2 (dua) kelompok, yaitu :
1). Profesional service, seperti konsultan manajemen, konsultan hukum, dan konsultan
pajak;
2). Non profesional, seperti supir taksi, dan penjaga malam.
4. Tujuan organisasi jasa
Berdasarkan organisasinya, jasa dikelompokkan menjadi 2 (dua) macam, yaitu :
1). Commercial service atau profit service, seperti bank dan penerbangan;
2). Non profit service, seperti sekolah, yayasan, panti asuhan, dan museum.
5. Regulasi
Berdasarkan regulasinya, jasa dibedakan menjadi 2 (dua) kelompok, yaitu :
1). Regulated service, seperti pialang, angkutan umum dan perbankan;
2). Non-regulated service, seperti katering, pengecatan rumah dan cuci mobil/motor.
6. Tingkat intensitas karyawan
Berdasarkan tingkatan ini jasa dibedakan menjadi 2 (dua), yaitu :
1). Euipment based service, yaitu perusahaan jasa yang mengandalkan penggunaan mesin
dan peralatan canggih yang dapat dikendalikan dan dipantau secara otomatis,
contohnya cuci mobil otomatis, dan ATM;
2). People based service, yaitu perusahaan jasa yang mengandalkan tenaga manusia dalam
proses penyampaian jasa, contohnya satpam, jasa akuntansi, dan konsultan hukum.
7. Tingkat kontak penyedia jasa dan pelanggan
Pada klasifikasi ini, jasa dibedakan menjadi 2 (dua) macam, yaitu :
1). High contact service, seperti bank, dokter, dan penata rambut;
2). Low contact service, seperti bioskop, jasa komunikasi, dan layanan pos.
D. Perbedaan Jasa Dan Barang
Menurut Edward W. Wheatley yang dikutip oleh Buchary Alma (2000), mengungkapkan
beberapa perbedaan antara jasa dan barang, yaitu :
a. Pembelian jasa, sangat dipengaruhi oleh motif yang didorong oleh emosi;
b. Jasa bersifat tidak berwujud, sedangkan barang bersifat berwujud;
c. Barang bersifat tahan lama, tetapi jasa tidak, jasa dibeli dan dikonsumsi pada waktu yang sama;
d. Barang dapat disimpan, sedangkan jasa tidak dapat disimpan;
e. Usaha jasa sangat mementingkan unsur manusia;
f. Jasa memiliki distribusi yang bersifat langsung, dari produsen ke konsumen.
E. Kualitas Jasa
Kualitas jasa menurut ISO 9000 adalah derajat atau karakteristik yang melekat pada produk
yangmencukupi persyaratan atau keinginan. Kualitas seringkali disamakan dengan mutu.
Sedangkan mutu adalah keseluruhan ciri dari atribut produk atau jasa yang berpengaruh
pada kemampuannya untuk memuaskan kebutuhan yang dinyatakan atau tersirat.
1. Pengertian Kualitas Jasa
Menurut Lewis dan Booms merupakan pakar yang pertama kali mendefinisikan kualitas
jasasebagai ukuran,seberapa bagus tingkat layanan yang diberikan dan sesuai dengan
ekspektasi pelanggan.
Menurut Wyckof dalam Tjiptono (2000), berpendapat bahwa Kualitas jasa merupakan
tingkat keunggulan (exellence) yang diharapkan dalam pengendalian atas keunggulan
tersebut untuk memenuhi keinginan pelanggan. Dengan kata lain, terdapat dua faktor
utama yang mempengaruhi kualitas jasa yakni, jasa yang diharapkan (expected service)
dan jasa yang dipersepsikan (perceived service).
Hal ini berarti ada dua faktor utama yang mempengaruhi kualitas jasa yaitu jasa yang
diharapkan (exspected service) dan jasa yang dipersepsikan (perceived service). Bila jasa
yang diterima atau dirasakan (perceived service) sesuai dengan yang diharapkan
(exspected service), maka kualitas jasa dipersepsikan baik dan memuaskan. Jika jasa yang
diterima melebihi harapan pelanggan, maka kualitas jasa dipersepsikan sebagai kualitas
jasa yang ideal. Akan tetapi bila jasa yang diterima lebih rendah daripada yang
diharapkan, maka kualitas jasa sangat bergantung pada kemampuan penyedia jasa
menyediakan jasa kepada konsumen secara continue dan konsisten.
Kualitas jasa sering didefinisikan sebagai usaha pemenuhan dari keinginan pelanggan serta
ketepatannya untuk mengimbangi harapan pelanggan. Perusahaan harus selalu memperbaiki
dan mengendalikan kinerja pelayanannya agar sesuai dengan ekspektasi pelanggan.
2. Pengukuran Kualitas Jasa
Rangkuti (2002) menyatakanbahwa kualitasjasa dipengaruhi oleh dua variabel utama,
yaitu jasa yang diharapkan (expected service) dan jasa yang dirasakan (perceived service). Baik
tidaknya kualitas jasa yang ditawarkan tergantung pada kemampuan fasilator
(penyedia)dalam memenuhi harapan konsumen.
Pengukuran kualitas jasa lebih sulit dibandingkan dengan mengukur kualitas produk nyata,
Sebab atribut yang melekat pada jasa tidak mudah untuk diidentifikasi.
Menurut Tjiptono (2000) langkah-langkah yang harus diambil dalam mengukur kualitas jasa,
Yaitu :
1). Spesifikasi determinan kualitas jasa. Langkah ini menyangkut variabel yang digunakan
untuk mengukur kualitas jasa.
2). Perangkat standar kualitas jasa yang dapat diukur. Kualitas jasa yang dimaksud adalah
menyangkut tentang standar atau instrument kualitas jasa yang dapat digunakan untuk
mengukur variabel.
3. Faktor-faktor yang Menentukan Kualitas Jasa
Setiap perusahaan jasa berusaha memberikan jasa yang berkualitas tinggi secara konsisten
dan kontinu untuk memuaskan konsumen.
Beberapa ahli dibidang pemasaran telah mencoba melakukan studi atau mencari pendekatan
tentang dimensi atau faktor utama yang menentukan kualitas jasa.
Menurut Parasuraman, Zeithamal, dan Berry (dalam Rangkuti 2002) untuk dapat
menentukan standar kualitas jasa dapat dilihat dari kriteria berikut :
a. Reliability (Keandalan), meliputi dua aspek utama, yaitu konsisten kinerja (performace)
dan sifat dapat dipercaya (dependability). Hal ini berarti perusahaan mampu
menyampaikan jasanya secara benar sejak awal (right from the first time), memenuhi
janjinya secara akurat dan andal, (misalnya menyampaikan jasa sesuai dengan janji yang
disepakati), menyampaikan data (record) secara tepat, dan mengirimkan tagihan yang
akurat.
b. Responsiveness (Ketanggapan), merujuk pada kesediaan dan kesiapan karyawan untuk
membantu para pelanggan dan menyampaikan jasa secara cepat. Misalnya ketepatan
waktu pelayanan, pengiriman slip transaksi secepatnya, kecepatan menghubungi kembali
pelanggan, dan menyampaikan layanan secara cepat.
c. Competence (Kemampuan), penguasaan keterampilan dan pengetahuan yang dibutuhkan
agar dapat menyampaikan jasa sesuai dengan kebutuhan pelanggan. Termasuk didalamnya
pengetahuan dan ketrampilan karyawan kontak, personil dukungan operasional, dan
kapabilitas riset organisasi.
d. Acces (Mudah diperoleh), akses mengandung pengertian kemudahan untuk dihubungi
atau ditemui (approachbility) dan kemudahan kontak. Hal ini berarti lokasi fasilitas jasa
mudah dijangkau, waktu mengantri atau menunggu tidak terlalu lama, saluran komunikasi
perusahaan mudah dihubungi, baik melalui telepon, email, dan faximile.
e. Courtesy (Keramahan), meliputi sikap santun, respek, atensi, dan keramahan para
karyawan kontak, seperti resepsionis, operator telepon, bell person, teller bank, kasir, dll.
f. Communication (Komunikasi), mengandung makna penyampaian informasi kepada
pelanggan dalam bahasa yang mudah mereka pahami, serta selalu mendengarkan saran
dan keluhan pelanggan.
g. Credibility (Dapat dipercaya), atau kridibilitas merujuk pada sifat jujur dan dapat
dipercaya, yang mencangkup nama perusahaan, reputasi perusahaan, karakter pribadi
karyawan kontak, dan interaksi dengan pelanggan (hard selling versus soft selling
approach).
h. Security (Keamanan), maksudnya bebas dari bahaya, risiko atau keragu-raguan. Termasuk
didalamnya keamanan secara fisik (physical safety), keamanan finansial (financial security),
privasi, dan kerahasiaan (confidentiality).
i. Understanding atau knowing the costumer (Memahami pelanggan), mengandung
pengertian berupaya memahami pelanggan dan kebutuhan spesifik mereka, memberikan
perhatian individual, dan mengenal pelanggan reguler.
j. Tangibles (Bukti nyata yang kasat mata), meliputi penampilan fisik, peralatan, personil,
dan bahan-bahan komunikasi perusahaan, seperti kartu bisnis, kop surat, dll.
Parasuraman, Zeithamal, dan Berry (dalam Tjiptono: 2011), menyederhanakan dimensi
kualitas jasa menjadi 5 (lima) dimensi utama yang disusun sesuai urutan tingkat kepentingan
relatifnya, yaitu :
1. Reliabilitas, berkaitan dengan kemampuan perusahaan untuk memberikan layanan yang
akurat sejak pertama kali tanpa membuat kesalahan apapun dan menyampaikan jasanya
sesuai dengan waktu yang telah disepakati.
2. Daya tanggap, berkenaan dengan kesediaan dan kemampuan para karyawan untuk
membantu para pelanggan dan merespon permintaan mereka, serta menginformasikan
kapan jasa akan diberikan dan kemudian memberikan jasa secara cepat.
3. Jaminan, perilaku para karyawan mampu menumbuhkan kepercayaan pelanggan terhadap
perusahaan dan perusahaan dapat menciptakan rasa aman bagi para pelanggannya.
4. Empati, berarti perusahaanmemahami masalah para pelanggannya dan bertindak demi
kepentingan pelanggan, serta memberikan perhatian personal kepada para pelanggan dan
memiliki jam operasional yang nyaman.
5. Bukti fisik, berkenaan dengan daya tarik fasilitas fisik, perlengkapan, dan material yang
digunakan perusahaan, serta penampilan karyawan.
4. Strategi Kualitas Jasa
Menurut Tjiptono (2000:132) stretegi kualitas jasa atau layanan mencakup empat hal
berikut:
1. Atribut layanan pelanggan, Adalah penyampaian layanan atau jasa harus tepat waktu,
akurat, dengan perhatian dan keramahan.
2. Pendekatan untuk penyempurnaan kualitas jasa, Merupakan aspek penting dalam rangka
menciptakan kepuasan pelanggan. Faktor biaya, waktu menerapkan program, dan
pengaruh layanan pelanggan. Ketiga faktor ini merupakan inti pemahaman dan penerapan
suatu sistem yang responsive terhadap pelanggan dan organisasi untuk pencapaian
kepuasan optimum.
3. Sistem umpan balik untuk kualitas layanan pelanggan, Umpan balik sangat dibutuhkan
untuk
evaluasi dan perbaikan berkesinambungan. Informasi umpan balik harus difokuskan pada
hal-hal berikut: memahami persepsi pelanggan terhadap perusahaan, jasa perusahaan
dan para pesaing; mengukur dan memperbaiki kinerja perusahaan; mengubah bidang-
bidang terkuat perusahaan menjadi faktor pembeda pasar; mengubah kelemahan menjadi
peluang berkembang, sebelum pesaing lain melakukannya; mengembangkan sarana
komunikasi internal agar setiap orang tahu apa yang mereka lakukan; dan menunjukkan
komitmen perusahaan pada kualitas dan para pelanggan.
4. Implementasi, Sebagai bagian dari proses implementasi, manajemen harus menentukan
cakupan
kualitas jasa dan tingkat layanan pelanggan sebagai bagian dari kebijakan organisasi.
5. Meningkatkan Kualitas Jasa, Dalam meningkatkan kualitas jasa, banyak faktor yang perlu
dipertimbangkan dan upaya tersebut juga berdampak luas terhadap budaya organisasi
secara keseluruhan. Upaya tersebut perlu pula mempertimbangkan banyak faktor.
Adapun faktor-faktor yang perlu mendapat perhatian yaitu (Tjiptono, 2000:88):
a. Mengidentifikasi determinan utama kualitas jasa.
b. Mengelola harapan pelanggan
c. Mengelola bukti kualitas jasa yang bertujuan untuk memperkuat persepsi pelanggan
selama dan sesudah jasa diberikan.
d. Mendidik konsumen tentang jasa (membantu pelanggan dalam memahami suatu jasa).
e. Mengembangkan budaya kualitas.
f. Menciptakan automating quality
g. Menindaklanjuti jasa dalam membantu memisahkan aspek-aspek jasa yang perlu
ditingkatkan
h. Mengembangkan sistem informasi kualitas jasa.
5. Penyebab Kegagalan Penyampaian Jasa
Hasil penelitian mengenai costumer perceived quality pada industri jasa yang dilakukan
Leonard L. Berry, A Parasuraman, dan Valerie A Zeithaml (dalam Rangkuti 2002),
mengidentifikasi 5 (lima) kesenjangan (gap) yang menyebabkan kegagalan penyampaian jasa,
yaitu :
1. Kesenjangan tingkat harapan konsumen dan persepsi manajemen, pada kenyataannya
pihak manajemen suatu perusahaan tidak selalu dapat merasakan atau memahami secara
tepat apa yang diinginkan oleh para pelanggannya.
2. Kesenjangan antara persepsi manajemen dan spesifikasi kualitas jasa, kadangkala
manajemen mampu memahami secara tepat apa yang diinginkan pelanggan, tetapi
mereka tidak menyusun standar kinerja yang jelas. Hal ini dapat terjadi karena tiga faktor,
yaitu tidak adanya komitmen total manajemen terhadap kualitas jasa, kurangnya sumber
daya, atau karena kelebihan permintaan.
3. Kesenjangan antara spesifikasi kualitas jasa dan penyampaian jasa, ada beberapa
penyebab terjadinya kesenjangan ini, misalnya karyawan kurang terlatih, beban kerja yang
melampaui batas, ketidak mampuan memenuhi standar kerja, atau bahkan ketidakmauan
memenuhi standar kinerja yang ditetapkan.
4. Kesenjangan antara penyampaian jasa komunikasi eksternal, seringkali tingkat
kepentingan pelanggan dipengaruhi oleh iklan dan pernyataan atau janji yang dibuat oleh
perusahaan. Resiko perusahaan apabila janji tidak dipenuhi akan menyebabkan persepsi
negatif terhadap kualitas jasa pelanggan.
5. Kesenjangan antara jasa yang dirasakan dan jasa yang diharapkan, kesenjangan ini terjadi
apabila pelanggan mengukur kinerja atau persepsi perusahaan dengan cara yang berbeda,
atau apabila pelanggan keliru mempersepsikan kualitas jasa tersebut.
4. Produsen
Produsen adalah orang atau badan atau lembaga-lembaga yang menghasilkan produk, baik
itu produk barang maupun jasa.
5. Produktivitas
Produktivitas merupakan suatu perbandingan dari hasil kegiatan yang seharusnya. Sebab
perlu diketahui bahwa produktivitas suatu perusahaan tidak selamanya konstan, akan tetapi
berubah-ubah sesuai dengan kegiatan yang dilaksanakan oleh perusahaan yang bersangkutan
Posting Komentar untuk "BAG 3 Kualitas produk"